Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget Atas Posting

Mengenal Realitas Kehidupan dengan Sosiodrama


Kali ini DapurImajinasi akan memposting satu artikel dengan judul "Mengenal Realitas Kehidupan dengan Sosiodrama". Artikel ini saya buat dan saya kirimkan ke surat kabar. Akhirnya, artikel ini muncul di rubrik Edukasi Harian Solopos. Silakan menikmati kudapan kata-kata dari DapurImajinasi!

Mengenal Realitas Kehidupan dengan Sosiodrama


oleh: Andi Dwi Handoko, S.Pd.*

Anak-anak senang dunia peran. Sewaktu kecil, kita mungkin pernah atau bahkan sering bermain peran. Maka, di kalangan anak-anak muncul istilah bermain dokter-dokteran, polisi-polisian, masak-masakan, dan aneka peran tiruan lainnya. Meniru peran ini bisa diaplikasikan dalam proses pembelajaran di sekolah. Jenis pembelajaran semacam ini termasuk dalam metode pembelajaran sosiodrama atau bermain peran (role playing).
Menurut buku seri pedoman bahasa Indonesia yang dikeluarkan Pusat Bahasa, sosiodrama diartikan sebagai salah satu bentuk kegiatan yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana pengajaran dengan cara memeragakan masalah dalam situasi tertentu dengan gerak dan dialog (2005: 167).
Sosiodrama cocok sekali diterapkan di materi pelajaran yang langsung bersinggungan dengan masalah di masyarakat. Bahkan, ketika cakupan materi tersebut hanya sedikit, sedangkan waktu pembelajaran cukup banyak, sosiodrama adalah pilihan yang tepat. Misalnya dalam materi bahasa Indonesia kelas VI sekolah dasar. Di sana terdapat materi mengisi beberapa bentuk formulir, seperti formulir pendaftaran, slip bank, wesel pos, dan lain-lain. Materi ini cukup mudah bagi siswa, bahkan tanpa diajarkan pun, mereka mungkin sudah bisa mengisinya karena keterangan di bagian formulir sudah cukup jelas.
Jika dihadapkan kondisi semacam itu, pembelajaran dapat dilakukan dengan sosiodrama. Pembelajaran dapat dibatasi dengan mengambil salah satu jenis formulir, yakni slip bank. Siswa bisa disosiodramakan seperti realitas yang terjadi di sebuah bank. Ada yang menjadi nasabah bank dan kasir bank. Satu kelas dapat dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama sebagai nasabah yang akan menarik uangnya dari bank. Kelompok kedua sebagai nasabah yang akan menyetorkan uangnya ke bank dan terakhir adalah nasabah yang akan mentransfer uangnya ke rekening lain.
Guru juga perlu memilih tiga siswa yang bertugas sebagai kasir bank. Sebelum sosiodrama dimulai, guru perlu melatih mereka sebentar untuk memerankan tugas-tugas kasir bank, seperti menyapa nasabah, meneliti kesesuaian isi formulir, dan menandatangani formulir. Dengan pembelajaran ini, guru tidak hanya menilai aspek kognitif saja, tetapi bisa menilai sikap dengan mengamati para siswa saat mengantre dan berkomunikasi.
 Sosiodrama juga dapat dilakukan di pelajaran eksakta seperti matematika. Misalnya, guru mengajarkan materi tentang hitungan persen. Setelah siswa diajari cara hitungan persen, mereka diajak untuk bersosiodrama di kelas. Ruang kelas disulap menjadi toko swalayan dengan promosi aneka besaran diskon di semua produk. Barang-barang yang dijual bisa menggunakan benda-benda di kelas, bahkan perlengkapan sekolah milik siswa, seperti tas, kotak pensil, penggaris, buku, dan lain-lain.
Setelah barang diberi label harga dan dipajang dengan diskon yang berbeda-beda. Siswa ditugaskan berperan sebagai pembeli yang mengambil sendiri barang yang diinginkannya. Siswa menentukan harga yang akan dibayarkan dengan menghitung persen diskon di barang yang diambilnya. Guru yang berperan sebagai kasir, bertugas mengecek hasil pekerjaan siswa.
Di pelajaran yang menuntut rasa percaya diri siswa, sosiodrama juga tepat untuk dipraktikkan. Misalnya, di pelajaran Seni Suara Daerah dengan pemilihan materi menyanyikan lagu-lagu macapat Jawa. Banyak siswa yang kadang menyanyikan lagu dengan bahasa Indonesia saja masih malu-malu, apalagi ketika menyanyikan lagu dengan bahasa Jawa.
Saat kondisi semacam itu, guru dapat melakukan sosiodrama dengan mencontoh ajang pencarian bakat, seperti Indonesian Idol, The Voice, X-Factor, atau yang lainnya. Dalam pembelajaran, dinamai saja dengan ajang pencarian bakat “Macapat Idol” atau nama lainnya yang kreatif dan menggugah semangat siswa.
Siswa diajak seolah-olah mengikuti ajang pencarian bakat dengan guru sebagai jurinya. Guru bisa mengiming-imingi hadiah golden tiket bagi siswa yang menunjukkan penampilan yang bagus. Tidak hanya bagus, mungkin saja ada siswa yang tidak berbakat menyanyi, tetapi usahanya cukup bagus dengan suara yang jelas dan penampilan cukup percaya diri, juga bisa mendapatkan golden tiket. Dengan dikemas sedemikian rupa, siswa akan lebih antusias dalam pembelajaran.
Sosiodrama akan melatih siswa mengenali realitas kehidupan yang sebenarnya. Mereka juga bisa belajar memahami aneka karakter saat terlibat dalam sosiodrama. Hal ini tentu menunjang pembelajaran pembentukan karakter yang sekarang ini sedang digencar-gencarkan oleh pemerintah.

Sosiodrama hanya salah satu dari sekian banyak metode pembelajaran yang bisa diterapkan guru. Guru harus cerdas dalam menentukan metode pembelajaran yang digunakan untuk menyampaikan suatu materi. Jika pemelihan metode tepat, siswa akan mudah menerima dan memahami pelajaran dengan senang. Jika siswa paham dan senang, guru pun bisa pulang mengajar dengan hati puas. Selamat mengajar.

Tulisan ini dimuat di Rubrik Edukasi Solopos, Minggu, 4 Februari 2018


Andi Dwi Handoko
Andi Dwi Handoko Pendidik di SMP Negeri 2 Jumantono. Pernah mengajar di SD Ta'mirul Islam Surakarta dan menjadi editor bahasa di sebuah surat kabar di Solo. Suka mengolah kata-kata di DapurImajinasi dan kadang juga di media massa. Pernah juga mencicipi sebagai pelatih Teater Anak dan Pimred Majalah Sekolah. Suka juga bermusik. Hubungi surel adhandoko88@gmail.com, Instagram adhandoko88, atau facebook.com/andi.d.handoko

Posting Komentar untuk "Mengenal Realitas Kehidupan dengan Sosiodrama"